Jumat, 16 Desember 2011

[Cermin Horor] "Griyo Ageng" Ki Demang

blogger-image--1979330203.jpg (640×599)



Gendis,  gadis belia itu berdiri mematung memandang batang batang tebu yang tumbuh dengan kokoh didepannya. Dengan mata berkaca kaca gadis itu menatap lelaki muda disampingnya.

“Maafkan aku Rangga, semua kulakukan karena ingin membebaskan bapakku dari belitan hutang”, ujar Gendis  lirih.

“Aku mencintaimu Gendis…jangan tinggalkan aku”, ujar Rangga setengah berteriak.

Gendis tak kuasa untuk berkata lagi kemudian berlari menerobos hamparan batang tebu yang berdiri dengan congkak diiringi teriakan Rangga, laksana “lolongan serigala yang sangat memilukan”.

*

Gendis kini telah menjadi istri keempat Ki Demang, seorang yang berpengaruh di kampung ini. Dengan duduk bersimpuh Gendis menundukkan kepala tanpa berani menatap wajah lelaki yang lebih tua dari umur bapaknya itu. Gendis dipeluk dengan kasar dan tetesan airmatanya jatuh menyatu dengan buliran peluh lelaki itu. Seusai “ritual”,  dengan tertatih Gendis beringsut meninggalkan peraduan,  kemudian menuju pembaringan sambil berlinangan air mata karena menahan perih dan menanggung kegetiran batinnya.

Sejak kehadiran Gendis di ” Griyo Ageng” , Ki Demang tidak berniat memperistri gadis lain. Tampaknya lelaki itu telah jatuh hati pada Gendis. Malam malam pun berlalu dan Gendis dapat menyesuaikan diri. Ki Demang pun tampak semakin sering bersama Gendis. Hal ini menimbulkan kecemburuan para istri lainnya. Sampai  suatu ketika…….

*

Hubungan Gendis dan Rangga belum berakhir. Mereka selalu bertemu tepatnya di sekitar Beringin Tua tak jauh dari ” Griyo Ageng “ rumah utama milik Ki Demang. Seperti malam malam sebelumnya, Gendis berjingkat jingkat keluar dari “Griyo Ageng” untuk menemui Rangga dan merajut benang asmara.
” Rangga……dimanakah dirimu” , bisik Gendis.

Hanya kesunyian yang menghampiri tanpa suara gemerisik daun kering yang terinjak seperti biasanya. Dan Gendis pun melihat Rangga sedang duduk tertunduk dibawah  Beringin Tua itu. Lalu dihampirilah sang kekasih yang tampak seperti tertidur lelap. Gendis mengangkat lembut wajah Rangga dengan kedua belah tangannya…Gendis terperanjat dan seketika menjerit.  Mata Rangga terbelalak dan sebilah keris menancap di tengkuk pemuda itu dengan punggung bersimbah darah. Bau anyir menyeruak. Rangga terbunuh.

*

Gendis menjadi gila semenjak kematian kekasihnya, Rangga.  Gendis tidak dibutuhkan lagi di “Griyo Ageng, dia pun dibuang begitu saja. Sampai akhirnya terdengar bisik bisik warga kampung bahwa Ki Demang kembali akan memperistri seorang gadis belia bernama Menur.

Kehadiran Menur di “Griyo Ageng” menggantikan posisi Gendis menjadi istri muda kesayangan Ki Demang. Pada suatu malam Menur mendengar “lolongan serigala yang sangat memilukan” diiringi bisikan halus yang memanggil namanya.  Bagaikan terbius Menur mengikuti bisikan halus yang mengantarkannya pada sebuah pohon Beringin Tua.  Disana berdiri sesosok lelaki berwajah pucat yang menatapnya dingin sambil menyerigai.


“Gennndiiiissssss………..”, terdengar suara lelaki berbisik di ujung sana.

“Aku disini, kemarilahhh………”, ujar Menur.

Dan mulai saat itu Menur meyakini bahwa sosok lelaki itu “adalah kekasihnya”. Seekor burung hantu hinggap di reranting Beringin Tua itu, dan menjadi saksi bisu sepasang kekasih dari dunia berbeda sedang memadu kasih. Burung hantu itupun menitikkan air mata.

Arwah Rangga akan terus menghantui para penghuni “Griyo Ageng” terutama “para istri dari anak-anak lelaki keturunan Ki Demang”….
Dalam keheningan malam kelam tanpa sinar rembulan sayup sayup terdengar “lolongan serigala yang sangat memilukan” sebagai pertanda kehadiran arwah Rangga disekitar Beringin Tua.


***

theme song : sad and scary instrument ~ Youtube

2 komentar:

  1. eitt.. suka horor atau takut horor mbak?

    cermin ini memang ada latar belakang sejarahnya, atau fiksi murni mbak? setting waktunya seperti masa lampau..

    BalasHapus
    Balasan
    1. murni fiksi mas, saya suka aja cerita2 klasik yg spt ini, idenya dari rumah2 tua yang katanya angker atau pohon beringin dsb :)

      Hapus